Merayakan Kematian

Nuriyatul Aini
2 min readNov 3, 2023

--

TW; mention of death

Aku masih tak mengerti mengapa kebanyakan orang — setidaknya yang pernah aku temui, (sangat) tidak senang saat membicarakan kematian. Takut-takut seperti akan bertemu (atau bahkan menjadi) setan. Padahal yang ditemui adalah Tuhan yang meminta pertanggung jawaban.

Takut liang kuburnya sempit. Takut ulat dan belatung menggigit habis kulit. Takut meninggalkan duit yang dikejar sebelum koit. Takut liang kuburnya gelap gulita. Takut tak lagi bisa mendengar suara. Takut cahaya tak lagi bisa ditangkap mata dan jutaan ketakutan lain di kepala.

Maka di hari kematianku nanti, pastikan kau ajak pelayat lain membawa obor berisi api, ‘tuk terangi gelap liangku di peti mati, pastikan sinarnya masuk sampai ke sela-sela kuku ibu jari.

Aku masih tak mengerti mengapa kebanyakan orang — setidaknya yang pernah aku temui, sangat menghindari kematian. Mereka selalu memanjatkan doa pada Sang Pencipta untuk diberi umur panjang bahkan saat hari di mana usia mereka semakin berkurang.

Menangis saat peti jenazah diturunkan ke liang lahat. Semakin menjadi saat tukang gali itu menimbun jasad dengan tumpukan tanah yang masih merah. Basah.

Aku masih tak mengerti mengapa kebanyakan orang — setidaknya yang pernah aku temui, tak pernah menanti hari kematiannya. Mengapa mereka tidak menantikan dengan tergesa? Seperti debaran hebat saat akan merayakan berkurangnya satu usia. Bukankah patut di rayakan jika semakin dekat dengan Sang Pencipta?

Maka di hari kematianku nanti, pastikan kau ajak pelayat lain bersuka cita, tertawa hingga lupa bahwa aku telah tiada. Ajak mereka merayakan kehilanganku dari dunia menuju surga.

Vanilla berry cake Maret lalu, dalam rangka merayakan berkurangnya satu usia di setiap tahunnya.

--

--